Labels

Monday 27 May 2013

TERJADINYA KEMBAR SIAM


Kelahiran buah hati yang sehat dan normal selalu menjadi peristiwa yang sangat ditunggu setiap pasangan suami istri. Apalagi jika diketahui janin yang akan dilahirkan adalah sepasang bayi kembar. Perasaan bahagia akan dirasakan setiap orang tua yang mengalaminya. Tetapi apa yang terjadi jika kehamilan kembar yang mereka alami bukanlah kehamilan kembar biasa. Bukan sekedar masalah posisi janin yang sungsang misalnya. Melainkan sebuah kasus kehamilan kembar siam alias janin yang dikandung ada dalam keadaan saling melekat. Tentunya tak ada seorang pun yang menginginkan peristiwa itu terjadi.
Sayangnya kejadian kehamilan kembar siam atau kembar dempet ini tidak dapat diprediksi secara nyata. Kasus kembar siam terjadi setiap 1 : 200.000 kelahiran. Kasus ini tidak dibatasi oleh ras atau grup etnis tertentu. Jadi, semua pasangan suami istri dapat saja mengalaminya.
Kembar siam biasanya termasuk ke dalam kategori kembar monozigotik atau identik. Hal itu berarti satu sel telur yang telah dibuahi sperma akan membentuk satu zigot. Dalam perkembangannya, zigot tersebut membelah menjadi embrio yang berbeda. Sempurna tidaknya proses pembelahan ini akan berpengaruh pada kondisi bayi yang kelak dilahirkan. Menurut Lester Reynold Dragstedt, seorang ahli bedah dari University of Florida, faktor lingkungan, kekurangan suplai darah dan terjadinya infeksi dapat memperbesar kemungkinan terbentuknya kembar siam.
Berbagai teori tentang terbentuknya bayi kembar siam ini mulai bermunculan. Teori pertama yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah teori yang dikemukakan oleh Zimmerman (1967). Ia mengemukakan teori fisi. Teori ini menjelaskan bahwa kembar siam terjadi karena pembelahan tidak sempurna pada zigot tunggal. Tepatnya saat terjadi blastogenesis, yaitu dua minggu pertama setelah sel telur dibuahi.
Masa pembelahan sel telur dapat dibagi ke dalam empat waktu, yaitu 0 – 72 jam, 4 – 8 hari, 9-12 hari dan 13 hari atau lebih. Pada pembelahan 0 – 72 jam akan terbentuk diamniotik (rahim memiliki dua selaput ketuban), dan dikorionik (rahim punya dua plasenta). Sedangkan pada pembelahan 4 – 8 jam, selaput ketuban tetap dua, tetapi rahim hanya memiliki satu plasenta.

Pada kondisi ini, salah satu
janin nantinya bisa mendapat banyak nutrisi, sementara lainnya tidak. Akibatnya, perkembangan janin bisa terhambat.
Pada pembelahan ketiga, selaput ketuban dan plasenta masing-masing hanya sebuah, tetapi masih dapat membelah dengan baik. Pada pembelahan keempat, rahim hanya memiliki satu plasenta dan satu selaput ketuban sehingga kemungkinan terjadinya kembar siam cukup besar. Pasalnya waktu pembelahan terjadi terlalu lama sehingga sel telur terlanjur bersatu. Jadi, kembar siam biasanya terjadi pada monozigot yang pembelahannya lebih dari 13 hari.
Sekitar tahun 2000, Rowena Spencer, seorang ahli bedah anak dari Amerika, mengemukakan teori fusi. Rowena telah mempelajari kurang lebih 1300 kasus kembar siam dalam kurum waktu 50 tahun berkarir di dunia kedokteran. Teori ini menjelaskan bahwa embrio akan saling melekat setelah sel telur yang dibuahi berkembang menjadi kembar identik. Saat masing-masing embrio terletak berdampingan pada dinding uterus, kedua embrio tersebut mulai bergabung  satu sama lain.
Seperti telah diketahui, pada tahap awal perkembangan embrio manusia, sel terdiri dari 3 lapisan utama yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm. Setiap sel akan “mencari” tipenya masing-masing, kemudian bergabung untuk membentuk organ. Ketika bakal embrio kembar yang baru saja terpisah ini terletak berdampingan, terkadang menyebabkan munculnya sinyal yang salah. Sel dari setiap lapisan akan mulai bergabung dengan sel satu tipe, tetapi ia salah mengidentifikasi lokasinya. Sel tersebut malah bergabung dengan sel bertipe sama dari embrio yang berbeda.
Kembar siam umumnya dialami oleh dua embrio yang tidak berkembang sempurna. Tetapi Rowena Spencer, dalam bukunya yang berjudul Conjoined twins : Developmental Malformations and Clinical Implications, menyebutkan bahwa kembar siam tiga atau triplet bahkan quadruplet mungkin saja terjadi. Hal itu ditegaskan kembali dalam sebuah artikel pada The American Journal of Obstetrics and Gynecology tahun 2004. Artikel mengemukakan sebuah kasus kembar siam triplet. Artikel ini memberikan sebuah kesimpulan bahwa kembar siam triplet mungkin saja terjadi meskipun sangat jarang dan biasanya tidak dapat bertahan hidup lama.
Dari semua kelahiran kembar siam, diyakini tak lebih dari 12 pasangan kembar siam yang hidup di dunia. Saat dilahirkan kebanyakan kembar siam sudah dalam keadaan meninggal dan yang lahir hidup hanya sekitar 40 persen. Dari mereka yang lahir hidup, 75 persen meninggal pada hari-hari pertama dilahirkan dan hanya 25 persen yang benar-benar bertahan hidup. Itu pun sering kali disertai dengan cacat bawaan.
Pasangan kembar siam yang mampu bertahan hidup tidak semuanya dapat dipisahkan. Proses pemisahan melalui operasi adalah sesuatu yang sangat beresiko, terutama pada kasus-kasus ekstrim seperti dicephalus (dua kepala satu tubuh). Keputusan memisahkan pasangan kembar siam akan relatif mudah dilakukan jika dokter bisa menjamin keselamatan kedua bayi. Misalnya karena masing-masing bayi memiliki organ vital dan ekstremitas yang lengkap. Salah satu contoh adalah kasus kembar siam tipe xiphopagus (bagian dada melekat satu sama lain, terhubung oleh sedikit jaringan tulang rawan).
Menurut Dr. Devra Becker, seorang ahli bedah plastik dari Cleveland, proses pengambilan keputusan operasi pemisahan suatu pasangan kembar siam bukanlah hal mudah. Semua itu erat kaitannya dengan aspek agama, budaya, moral dan prinsip-prinsip dalam kode etik kedokteran.  Salah satunya adalah ada tidaknya informasi persetujuan dari pihak yang bersangkutan dan sumpah dokter untuk menyembuhkan dan menghindari kondisi membahayakan bagi pasiennya.
Keputusan pemisahan pasangan kembar siam atau sebaliknya tetap mempertahankan kondisi si bayi apa adanya, akan mengandung resiko yang sama besarnya. Kedua hal itu sama-sama dapat memberikan pengaruh negatif pada si pasangan kembar siam. Tidak ada langkah untuk mencegah kembar siam ini terjadi. Yang dapat dilakukan pasangan suami istri adalah selalu menjaga kesehatan dan memeriksakan diri secara teratur ketika si istri diketahui tengah hamil. Deteksi dini penting dilakukan untuk menentukan langkah selanjutnya.*** Laksmi Priti Manohara/Pikiran Rakyat 29 Maret 2012







No comments:

Post a Comment