Pemberitaan
mengenai munculnya kembali kasus polio yang menjangkiti sejumlah anak di
Indonesia, tepatnya di daerah Sukabumi, memenuhi halaman surat kabar dan layar
televisi di seluruh Indonesia dalam beberapa hari ini.
Tak hanya
pemerintah Indonesia yang turun tangan, WHO juga turut sibuk dalam upaya
pemberantasan penyakit ini. Tindakan pencegahan dengan memberikan imunisasi
massal (mopping up) polio gratis dilakukan kepada sekira 4 juta balita
di Jawa Barat. Hal yang sama dilakukan pada jutaan anak usia balita di Provinsi
Banten dan DKI Jakarta.
Tak banyak
orang tahu, vaksin polio yang diberikan kepada jutaan anak usia balita tersebut
ditemukan pertama kalinya oleh Jonas Salk, seorang ilmuwan yang mengabdikan
hidupnya di dunia kedokteran untuk menyelamatkan dunia dari penyakit-penyakit
yang disebabkan virus.
Berkat vaksin polio temuannya ini, Salk dapat mencegah anak-anak balita yang tidak berdosa itu dari ancaman cacat seumur hidup.
Berkat vaksin polio temuannya ini, Salk dapat mencegah anak-anak balita yang tidak berdosa itu dari ancaman cacat seumur hidup.
Jonas Salk
lahir di Kota New York pada 28 Oktober 1914. Kedua orang tuanya adalah seorang
imigran berkebangsaan Rusia-Yahudi yang kurang mengenyam pendidikan formal.
Meskipun demikian, mereka selalu memberikan dorongan sangat besar kepada
anak-anaknya untuk dapat meraih sukses dengan melanjutkan sekolah sampai ke
tingkat yang paling tinggi.
Salk adalah
anggota pertama dalam keluarganya yang melanjutkan studi ke universitas. Ia
akhirnya tertarik untuk mengambil studi di fakultas kedokteran, padahal
sebelumnya ia berniat untuk menuntut ilmu hukum. Sebuah pilihan yang tepat
tentunya jika kita melihat hasil nyata dari kontribusinya di dunia kedokteran.
Selama
mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas New York, Salk aktif
dalam berbagai penelitian mengenai virus influenza. Hal itu tetap ia lakukan
setelah gelar dokter secara resmi berhasil disandangnya. Universitas yang
beruntung menjadi base-camp penelitiannya adalah Universitas
Michigan.
Di
universitas itu, ia memulai kariernya sebagai peneliti virus penyebab flu dan
membantu membuat vaksinnya. Di tempat ini pula ia mempelajari cara kerja vaksin
dalam memberikan kekebalan tubuh seseorang.
Salk
menyadari, jika suatu virus memiliki kemampuan untuk menginfeksi seseorang,
maka pada saat yang sama virus tersebut memberikan kekebalan terhadap penyakit
yang disebabkannya. Dengan kata lain, Salk menyimpulkan, jika tubuh seseorang
terekspos sejumlah kecil virus penyebab penyakit, hal itu akan memicu
pembentukan antibodi. Jika virus yang sama kembali menyerang tubuh, maka
antibodi yang terbentuk telah siap membantu menyingkirkannya sehingga orang
tersebut terhindar dari suatu penyakit mematikan.
Pada 1947
Salk ditunjuk menjadi seorang Kepala Laboratorium Penelitian Virus di
Universitas Pittsburgh. Berbekal dasar pengetahuan dari penelitian sebelumnya, Salk
mulai menyelidiki tentang virus polio penyebab penyakit poliomyelitis. Penyakit ini
cukup mengerikan. Kondisi paling parah yang dapat terjadi adalah penderita
dapat mengalami kelumpuhan permanen bahkan kematian. Virus penyerang sel-sel
saraf ini dapat menjangkiti orang dewasa dan paling banyak menyerang anak-anak
yang belum memiliki kekebalan terhadap serangan penyakit ini.
Poliomyelitis sebenarnya telah ada sejak jaman dahulu dan hingga sekarang
belum ada obatnya. Pada awal abad ke-20, kasus polio di Amerika telah menjadi
sebuah epidemi yang makin lama terlihat semakin mengkhawatirkan dan berpotensi
menjadi sebuah bencana besar. Oleh sebab itulah Jonas Salk bekerja sama dengan National Foundation of Infantile
Paralysis (Yayasan Nasional
untuk anak-anak penderita paralisis atau kelumpuhan) berupaya untuk mencari
cara pencegahannya dengan membuat vaksin polio.
**
SALK
menginaktifkan virus polio dengan menggunakan formaldehid dan tetap membuat virus tersebut mampu
memicu tubuh memberikan respons yang diinginkan, yaitu memicu pembentukan
antibodi. Pada 1952 Salk mulai mencoba memberikan vaksin buatannya kepada dua
kelompok sukarelawan.
Kelompok
pertama terdiri dari anak-anak penderita polio, sementara kelompok kedua
terdiri dari sukarelawan yang tidak terkena polio, termasuk Salk sendiri, istri
dan anak-anaknya. Pada kelompok pertama, hasil menunjukkan adanya peningkatan
antibodi dalam tubuh. Sedangkan pada kelompok kedua, seluruh sukarelawan yang
terlibat juga menunjukkan adanya pembentukan antibodi dalam tubuh. Tidak ada
seorang pun yang menjadi sakit karena pemberian vaksin ini, karena virus yang
diinjeksikan ke dalam tubuh sudah mati.
Keberhasilan
ini dilaporkan Salk pada tahun 1953 dalam The
Journal of the American Medical Association. Setelah itu, sebanyak lebih
dari 1,8 juta anak ikut serta dalam program nasional vaksinasi masal di Amerika
dengan hasil yang sangat memuaskan. Tahun 1955, vaksin polio temuan Salk
dinilai efektif melindungi tubuh dari serangan virus polio.
Penemuan ini
sempat terlihat gagal setelah muncul 200 kasus polio justru sesudah pemberian
vaksin. Hal itu ternyata terjadi karena ada proses pembuatan vaksin yang kurang
sempurna di salah satu perusahaan obat pembuatnya. Keadaan tersebut segera
diperbaiki dan akhirnya pada tahun 1959 sebanyak 90 negara di dunia menggunakan
vaksin temuan Salk ini.
Sayangnya
Salk sama sekali tidak berniat untuk mematenkan temuan vaksinnya.
Salk tidak
memiliki keinginan untuk mengambil keuntungan pribadi dari hasil kerja
kerasnya. Salk cukup puas jika ia berhasil membuat vaksin temuannya bekerja
menyelamatkan anak-anak di seluruh dunia dari serangan polio.
Salk tidak
pernah mendapat hadiah Nobel, sebuah penghargaan tertinggi di bidang ilmu
pengetahuan.
**
SEORANG
peneliti, Albert Sabin, mencoba menyempurnakan vaksin polio temuan Salk karena
ia mengganggap vaksin Salk tidak cukup kuat untuk melawan virus polio. Albert
Sabin membuat vaksin dari virus polio hidup yang sebelumnya telah dilemahkan,
sementara vaksin temuan Salk terdiri dari kumpulan virus yang sudah mati.
Cara
pemberiannya pun berbeda. Pemberian vaksin polio dengan cara injeksi dipilih
oleh Salk sedangkan pemberian vaksin secara oral (OPV) dipilih Sabin. Vaksin
polio oral dinilai lebih murah dan lebih mudah dibuat. Pada 1962, Sabin
berhasil mendapat lisensi atas penemuannya.
Meskipun
Sabin yang mendapat lisensinya, peran besar Salk sebagai penemu pertama vaksin
polio tak boleh dikecilkan. Berkat jasanyalah jutaan anak di seluruh dunia
dapat terhindar dari penyakit polio.
Kontribusi
Salk di bidang kedokteran pun tidak berhenti sebatas penemuan vaksin polio
saja. Tahun 1963, Salk mendirikan Jonas
Salk Institute for Biological Studies, sebuah pusat penelitian di bidang
medis. Salk juga mempublikasikan sejumlah buku diantaranya Man Unfolding (1972), The Survival of the Wisest (1973), dan Anatomy of Reality (1983).
Sisa
hidupnya ia abdikan untuk meneliti pembuatan vaksin penyakit AIDS yang
mematikan. Langkahnya untuk terus berkarya di dunia kedokteran hanya terhenti
saat usianya mencapai 80 tahun. Salk meninggal dunia pada tanggal 23 Juni 1995
karena gagal jantung.***
R. A. Laksmi
Priti Manohara/pikiran rakyat 19 Mei 2005
No comments:
Post a Comment