Labels

Tuesday 22 July 2014

Lantunan Ar-Rahman untuk Keni

“Alhamdulillah”.
Perlahan Nabila menutup Syaamil Quran-nya. Hari itu ia berhasil menyelesaikan tilawah surat Ar Rahman. Sejak kelas satu SD, setiap sore, Nabila telah dibiasakan mengaji beberapa ayat Quran. Hal itu berlanjut hingga sekarang.
Baru saja Nabila akan meletakkan Quran kesayangannya di atas meja belajar, tiba-tiba terdengar suara bergedebuk dari luar kamarnya.
“Auw”!
Seseorang menjerit kesakitan.
Buru-buru Nabila melangkah ke arah jendela kamarnya. Melongok ke luar dan melihat tetangganya, Keni, sedang menggosok-gosok kaki dengan muka meringis.
“Keni! Apa yang kau lakukan di situ? Mau berbuat jahil lagi ya?” seru Nabila.   
Keni adalah anak penghuni panti asuhan di sebelah rumahnya. Ia juga sekaligus teman sekolah yang paling tidak disukai Nabila. Gadis cilik berusia 9 tahun itu sangat senang menjahili Nabila.
Keni sering menarik ujung jilbab Nabila, berteriak keras-keras di telinganya, dan seabreg keusilan yang sangat mengganggu. Entah apalagi yang sedang direncanakan teman sekelasnya itu kali ini.
“Eh… Tidak. Aku tidak bermaksud apa-apa, kok,” jawab Keni tergeragap.
“Pasti kamu berbohong,” sela Nabila .
“Betul, kok. Masa aku bohong.” Keni agak terlihat gugup.
Kekesalan Nabila tidak hilang.
“Eh, Keni. Tante kira siapa. Sedang apa di luar situ? Ayo masuk ke dalam!” seru Umi Nabila yang saat itu sudah berdiri di halaman depan rumah.  “Ajak temanmu masuk, Nabila. Umi mau ke warung Bu Nyoman dulu.”
Sebenarnya Nabila sangat enggan, tetapi akhirnya ia menuruti juga kata uminya. Nabila berjalan ke luar kamar dan membuka pintu ruang depan untuk mempersilakan Keni masuk.
Saat Nabila membuka pintu ruang depan, Umi sudah tidak terlihat lagi.
“Maafkan aku, Nabila. Pasti aku mengagetkan dirimu ya?” kata Keni.
“Tentu saja,” ujar Nabila masih kesal. “Untung saja aku sudah menyelesaikan tilawahku. Tak bisakah kau berhenti menjahiliku, Keni?”
 Tanpa disangka, Keni tersenyum dan mengangguk.
“Bisa saja. Aku akan berhenti mengganggumu dengan satu syarat,”
“Syarat apa? Mau melakukan kebaikan kok minta pamrih,” gerutu Nabila dengan mulut masih mengerucut karena kesal.
“Tolong ajari aku membaca Quran. Aku ingin bisa mengucapkan ayat-ayat itu sebagus dirimu. Setiap sore aku selalu menunggumu mengalunkan ayat-ayat Quran. Suaramu yang merdu terdengar sampai ke rumah panti.  Boleh kan?” Keni menatap Nabila dengan penuh harap.
Mulut Nabila menganga saking herannya. Diamatinya wajah Keni. Tak ada sedikitpun keraguan tampak di wajah temannya itu. Keni terlihat sangat bersungguh-sungguh dengan permintaannya.
Nabila lalu menggerakkan matanya ke bawah, melihat kalung salib yang menggantung di dada Keni.  Mendadak Nabila teringat akan kisah Khalifah Umar bin Khattab, seorang sahabat Nabi Muhammad yang akhirnya memeluk agama Islam karena mendengar adiknya melantunkan ayat suci Alquran. Perlahan, senyum mulai mengembang di bibir Nabila. Allah pasti tak keberatan jika ada umatNya yang ingin mempelajari Alquran, pikir Nabila.
“Oh.. Baiklah. Aku akan mengajakmu menemui Ustadzah Rani, guru mengajiku. Insya Allah beliau lebih pandai mengajari orang membaca Quran dan menjelaskan adab-adabnya,” kata Nabila.
Keni terlihat berseri-seri. Sebuah ketapel kayu yang sedang digenggamnya, segera dimasukkan ke dalam saku.  
***

Cerita ini diikutsertakan dalam lomba FF Paberland bekerja sama dengan Syaamil Quran. #AyoNgajiTiapHari