Labels

Tuesday 24 November 2015

Hujan Buku


Pak Lodi dan anak-anak desa Soluna sudah ramai berkumpul di taman. Tetapi Bilbil belum juga nampak. Bilbil adalah raksasa baik hati yang tinggal di atas bukit, tak jauh dari desa. Rumah Bilbil penuh dengan koleksi buku berukuran besar. Bilbil sangat pandai membacakan dongeng. Untuk itulah, Pak Lodi sang guru sekolah, meminta Bilbil menghibur anak-anak desa.
Maka, setiap bulan di hari ke dua belas, Bilbil akan membacakan dongeng seru dari salah satu buku miliknya. Di hari lain, Bilbil akan membantu penduduk desa membajak sawah atau membangun bendungan.
Tapi agaknya kali ini anak-anak desa Soluna harus kecewa.
“Pulang saja, yuk! Mungkin Bilbil lupa atau ketiduran,” kata Benina setelah satu jam berlalu. Menunggu adalah hal yang paling tidak disukainya.
Sebagian besar anak mengikuti jejak Benina. Mereka beringsut dari tempatnya duduk dan bergerak melangkah pulang.
“Eh, jangan pulang dulu. Jangan-jangan Bilbil sedang sakit. Ayo kita tengok ke rumahnya,” cegah Pak Lodi.
Akhirnya Benina dan anak-anak lainnya setuju pergi ke atas bukit untuk menjenguk Bilbil. Tetapi baru saja mereka berjalan beberapa langkah, mendadak terdengar geraman menyeramkan dari atas bukit.
“Apa yang terjadi?” seru anak-anak, berdiri mematung ketakutan.
Detik berikutnya, sebuah benda besar terlihat terlempar dari atas bukit. Melayang di atas kepala anak-anak. Lalu jatuh berdebum menimpa sekelompok tanaman bunga yang ada di taman.
            Bruaak…
Buku-buku berukuran besar terus menerus terlempar keluar bagaikan hujan. Ada yang menimpa rumah, ada yang menimpa bendungan, ada pula yang mendarat di atas tanah.
Penduduk desa keluar dari rumah masing-masing. Mereka mulai berlarian dan berteriak panik. Baru kali itu ada hujan buku raksasa yang memporakporandakan desa mereka.
“Geraman itu seperti suara Bilbil. Mengapa Bilbil tega menghancurkan desa kita?” tanya Benina dengan suara gemetar. Tak ada seorang pun yang bisa menjelaskan.
            Pak Lodi segera berpikir cepat.
“Dengar! Aku harus masuk ke rumah Bilbil untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tak biasanya Bilbil bersikap demikian. Pasti ada sesuatu,”  kata Pak Lodi.
“Jangan, Pak!” seru Benina dan anak-anak yang lain. Mereka tak mau guru mereka itu terluka.
“Jangan mengkhawatirkan aku. Sebaiknya kalian bantu ayah dan ibu kalian, serta penduduk desa yang lain.”
Akhirnya Benina dan anak-anak lain mengangguk setuju.
Pak Lodi pun segera berlari ke atas bukit sambil setengah merunduk. Tetapi tak lama,  buku-buku berhenti terlempar. Suara geraman berganti menjadi erangan. Pak Lodi lalu masuk ke dalam rumah Bilbil, melalui celah kecil di bawah pintu.
Di dalam rumah raksasa itu, Pak Lodi menemukan Bilbil sedang terduduk bersandar pada rak yang biasanya terisi penuh dengan buku. Bilbil mengerang lemah sambil memegangi sebuah kacamata yang pecah.
“Bilbil…,” teriak Pak Lodi memberanikan diri.
“Siapa itu?” suara Bilbil terdengar serak. Kepalanya celingukan. Matanya menyipit mencari asal suara.
“Ini aku. Lodi,” seru Pak Lodi.
Tetapi Bilbil tampaknya tak dapat melihat dengan jelas. Tangannya meraba-raba lantai. Pak Lodi berjalan mendekat dan menyentuh tangan Bilbil. Lalu membiarkan dirinya diangkat sampai di dekat mata raksasa itu. Dengan jarak sedekat itu, tampaknya Bilbil bisa mengenali sosok Pak Lodi walau masih kabur.
“Mengapa kau tidak datang ke taman hari ini? Mengapa pula kau melempar semua bukumu? Desa kami jadi rusak karena tertimpa buku-buku berat itu,” tanya Pak Lodi.
“Oh. Benarkah?” Bilbil tampak sangat terkejut. Matanya membelalak tak percaya.
“Apa yang sebenarnya terjadi, Bilbil?” Pak Lodi kembali bertanya.
“Kacamataku tak sengaja terinjak. Tanpa kacamata itu, pandanganku jadi kabur. Aku tak dapat menemukan buku yang kucari. Padahal kalian pasti menunggu kelanjutan dongeng si Putri Salju, kan? Lama-lama aku kesal. Sayang, mungkin aku terlalu kuat melempar buku-buku itu. Tak kusangka, buku-buku itu melayang ke luar jendela dan jatuh menimpa desamu. Maafkan aku,” jelas Bilbil penuh penyesalan. “Apa yang harus kulakukan sekarang?”
“Sebaiknya kau minta maaf pada seluruh penduduk desa Soluna. Mereka sudah dibuat ketakutan olehmu. Kau juga harus membantu mereka memperbaiki semua kerusakan yang diakibatkan olehmu. Sebagai gantinya, aku akan membantumu memperbaiki kacamata yang pecah dan menemukan buku yang kau cari. Anak-anak sudah tak sabar ingin mendengarmu mendongeng.”
“Baiklah. Aku benar-benar menyesal. Aku akan segera membereskan semua kerusakan yang telah kuperbuat. Mudah-mudahan penduduk desa memaafkanku,” kata Bilbil.
“Pasti mereka akan memaafkanmu. Kau kan tidak melakukannya dengan sengaja. Lain kali kalau kesal jangan sambil melempar barang ya,” kata Pak Lodi memberi nasihat.

Bilbil mengangguk. Pipinya memerah karena malu.***

*)Tulisan ini telah dimuat di Majalah Bobo edisi 30, 29 Oktober 2015