Pak Lodi
dan anak-anak desa Soluna sudah ramai berkumpul di taman. Tetapi Bilbil belum juga
nampak. Bilbil adalah raksasa baik hati yang tinggal di atas bukit, tak jauh
dari desa. Rumah Bilbil penuh dengan koleksi buku berukuran besar. Bilbil
sangat pandai membacakan dongeng. Untuk itulah, Pak Lodi sang guru sekolah, meminta
Bilbil menghibur anak-anak desa.
Maka,
setiap bulan di hari ke dua belas, Bilbil akan membacakan dongeng seru dari
salah satu buku miliknya. Di hari lain, Bilbil akan membantu penduduk desa
membajak sawah atau membangun bendungan.
Tapi
agaknya kali ini anak-anak desa Soluna harus kecewa.
“Pulang
saja, yuk! Mungkin Bilbil lupa atau ketiduran,” kata Benina setelah satu jam
berlalu. Menunggu adalah hal yang paling tidak disukainya.
Sebagian
besar anak mengikuti jejak Benina. Mereka beringsut dari tempatnya duduk dan bergerak
melangkah pulang.
“Eh,
jangan pulang dulu. Jangan-jangan Bilbil sedang sakit. Ayo kita tengok ke
rumahnya,” cegah Pak Lodi.
Akhirnya
Benina dan anak-anak lainnya setuju pergi ke atas bukit untuk menjenguk Bilbil.
Tetapi baru saja mereka berjalan beberapa langkah, mendadak terdengar geraman menyeramkan
dari atas bukit.
“Apa
yang terjadi?” seru anak-anak, berdiri mematung ketakutan.
Detik
berikutnya, sebuah benda besar terlihat terlempar dari atas bukit. Melayang di
atas kepala anak-anak. Lalu jatuh berdebum menimpa sekelompok tanaman bunga
yang ada di taman.
Bruaak…
Buku-buku
berukuran besar terus menerus terlempar keluar bagaikan hujan. Ada yang menimpa
rumah, ada yang menimpa bendungan, ada pula yang mendarat di atas tanah.
Penduduk
desa keluar dari rumah masing-masing. Mereka mulai berlarian dan berteriak
panik. Baru kali itu ada hujan buku raksasa yang memporakporandakan desa
mereka.
“Geraman
itu seperti suara Bilbil. Mengapa Bilbil tega menghancurkan desa kita?” tanya
Benina dengan suara gemetar. Tak ada seorang pun yang bisa menjelaskan.
Pak
Lodi segera berpikir cepat.
“Dengar!
Aku harus masuk ke rumah Bilbil untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Tak biasanya Bilbil bersikap demikian. Pasti ada sesuatu,” kata Pak Lodi.
“Jangan,
Pak!” seru Benina dan anak-anak yang lain. Mereka tak mau guru mereka itu
terluka.
“Jangan
mengkhawatirkan aku. Sebaiknya kalian bantu ayah dan ibu kalian, serta penduduk
desa yang lain.”
Akhirnya
Benina dan anak-anak lain mengangguk setuju.
Pak Lodi
pun segera berlari ke atas bukit sambil setengah merunduk. Tetapi tak lama, buku-buku berhenti terlempar. Suara geraman
berganti menjadi erangan. Pak Lodi lalu masuk ke dalam rumah Bilbil, melalui
celah kecil di bawah pintu.
Di
dalam rumah raksasa itu, Pak Lodi menemukan Bilbil sedang terduduk bersandar
pada rak yang biasanya terisi penuh dengan buku. Bilbil mengerang lemah sambil
memegangi sebuah kacamata yang pecah.
“Bilbil…,”
teriak Pak Lodi memberanikan diri.
“Siapa
itu?” suara Bilbil terdengar serak. Kepalanya celingukan. Matanya menyipit
mencari asal suara.
“Ini
aku. Lodi,” seru Pak Lodi.
Tetapi
Bilbil tampaknya tak dapat melihat dengan jelas. Tangannya meraba-raba lantai. Pak
Lodi berjalan mendekat dan menyentuh tangan Bilbil. Lalu membiarkan dirinya diangkat
sampai di dekat mata raksasa itu. Dengan jarak sedekat itu, tampaknya Bilbil
bisa mengenali sosok Pak Lodi walau masih kabur.
“Mengapa
kau tidak datang ke taman hari ini? Mengapa pula kau melempar semua bukumu?
Desa kami jadi rusak karena tertimpa buku-buku berat itu,” tanya Pak Lodi.
“Oh.
Benarkah?” Bilbil tampak sangat terkejut. Matanya membelalak tak percaya.
“Apa
yang sebenarnya terjadi, Bilbil?” Pak Lodi kembali bertanya.
“Kacamataku
tak sengaja terinjak. Tanpa kacamata itu, pandanganku jadi kabur. Aku tak dapat
menemukan buku yang kucari. Padahal kalian pasti menunggu kelanjutan dongeng si
Putri Salju, kan? Lama-lama aku kesal. Sayang, mungkin aku terlalu kuat
melempar buku-buku itu. Tak kusangka, buku-buku itu melayang ke luar jendela
dan jatuh menimpa desamu. Maafkan aku,” jelas Bilbil penuh penyesalan. “Apa
yang harus kulakukan sekarang?”
“Sebaiknya
kau minta maaf pada seluruh penduduk desa Soluna. Mereka sudah dibuat ketakutan
olehmu. Kau juga harus membantu mereka memperbaiki semua kerusakan yang
diakibatkan olehmu. Sebagai gantinya, aku akan membantumu memperbaiki kacamata
yang pecah dan menemukan buku yang kau cari. Anak-anak sudah tak sabar ingin
mendengarmu mendongeng.”
“Baiklah.
Aku benar-benar menyesal. Aku akan segera membereskan semua kerusakan yang
telah kuperbuat. Mudah-mudahan penduduk desa memaafkanku,” kata Bilbil.
“Pasti
mereka akan memaafkanmu. Kau kan tidak melakukannya dengan sengaja. Lain kali
kalau kesal jangan sambil melempar barang ya,” kata Pak Lodi memberi nasihat.
Bilbil
mengangguk. Pipinya memerah karena malu.***
*)Tulisan ini telah dimuat di Majalah Bobo edisi 30, 29 Oktober 2015