Labels

Sunday 26 May 2013

USG, Pelengkap Dunia Obstetri Ginekologi


“DOK, anak saya laki-laki atau perempuan? Kondisi janinnya sehat-sehat saja, kan?” Pertanyaan tersebut sering terdengar di ruang praktik seorang dokter ahli kebidanan dan kandungan. Pertanyaan yang hampir selalu ditanyakan oleh para calon ibu yang sedang memeriksakan kehamilan mereka.
Sang dokter kemudian akan menjelaskan keadaan janin dalam kandungan si ibu dengan menggunakan alat bernama Ultrasonografi (USG). Sekarang, instrumen yang satu ini kerap ditemukan di setiap ruang praktik dokter ahli kandungan karena dapat mempermudah dokter menganalisis kondisi janin dengan tampilan dua dimensi atau tiga dimensi.
Aplikasi pemakaian USG dalam bidang kebidanan dan kandungan/obstetri ginekologi diprakarsai oleh seorang ilmuwan asal Inggris, Ian Donald. Sesuai dengan namanya, prinsip kerja USG memanfaatkan sistem kerja gelombang ultrasonik alias gelombang suara berfrekuensi tinggi.
  
SONAR, RADAR, dan Detektor Logam
Perkembangan penggunaan USG dalam berbagai bidang ilmu kedokteran saat ini, salah satunya adalah bidang obstetri ginekologi, berawal dari ditemukannya cara mengukur jarak di dalam air menggunakan gelombang suara. Pada saat itu dikenal istilah SONAR atau Sound Navigation and Ranging.
Lazzaro Spallanzani, seorang ahli biologi Italia, dapat dikatakan sebagai orang yang mengilhami penemuan tersebut. Sekira tahun 1794 ia mendemonstrasikan kemampuan seekor kelelawar menentukan arah terbang dan mencari mangsa dalam gelap dengan menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik). Kelelawar tersebut memanfaatkan pantulan suara ultrasonik yang dikeluarkannya setelah menumbuk suatu objek. Sehingga ia tidak akan menabrak sebuah benda atau sebaliknya dapat menentukan lokasi mangsanya.
Awal tahun 1826, Jean Daniel Colladon, seorang ahli fisika dari Swiss berhasil menggunakan sebuah alat yang dinamakan “underwater bell” untuk mendeterminasi kecepatan suara dalam air di Danau Geneva. Penemuan ini memacu para ahli fisika lainnya untuk meneliti dasar ilmu fisika mengenai getaran, transmisi, dan refraksi gelombang suara. Salah satu ahli fisika yang turut andil dalam penelitian itu adalah Lord Rayleigh asal Inggris. Tahun 1877 ia mengemukakan the Theory of Sound yang intinya menerangkan bahwa gelombang suara adalah sebuah persamaan matematika. Persamaan ini membentuk dasar teori sistem kerja akustik.
            Sistem deteksi suara dalam air kemudian dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan navigasi kapal selam selama perang dunia pertama berlangsung, khususnya setelah kejadian tenggelamnya kapal Titanic pada tahun 1912. Hal itu terjadi berkat penemuan alat hydrophone oleh seorang ahli fisika Perancis, Paul Langevin. Alat ini juga memanfaatkan pantulan gelombang ultrasonik.
Penemuan RADAR (Radio Detection and Ranging) pada tahun 1953 oleh Robert Watson-Watt juga menerapkan sistem kerja gelombang ultrasonik. Seperti SONAR, alat ini pun menjadi inspirasi digunakannya ultrasonik dalam bidang obstetri ginekologi kelak. Hanya saja pemanfaatannya saat itu lebih banyak digunakan untuk kepentingan pelacakan kapal musuh di udara.
Perkembangan pemakaian ultrasonik di bidang obstetri ginekologi berikutnya juga tak lepas dari peranan penemuan alat detektor logam (Ultrasonic Metal Flaw Detector) pada tahun 1928 oleh Sergei Y. Sokolov, seorang ilmuwan Rusia. Dengan prinsip yang sama, pada waktu itu alat ini digunakan untuk mengecek integritas lambung kapal laut dan lempeng baja pelindung tank.
Alat Diagnosis Penyakit
Bertahun-tahun setelah itu, tepatnya sekira 1920-an, prinsip kerja gelombang ultrasonik mulai diterapkan dalam bidang kedokteran. Penggunaan ultrasonik dalam bidang kedokteran ini pertama kali diaplikasikan untuk kepentingan terapi bukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Hasil penelitian William Fry, dari Universitas Illinois dan Russel Meyers, dari Universitas Iowa membuktikan bahwa gelombang ultrasonik dapat digunakan untuk menghancurkan sel-sel basal ganglia pada penderita penyakit Parkinsons. Kemampuan gelombang ultrasonik dalam menghancurkan sel-sel atau jaringan “berbahaya” ini kemudian secara luas diterapkan pula untuk penyembuhan penyakit-penyakit lainnya. Misalnya, terapi untuk penderita arthritis, haemorrhoids, asma, thyrotoxicosis, ulcus pepticum (tukak lambung), elephanthiasis (kaki gajah), dan bahkan terapi untuk penderita angina pectoris (nyeri dada).
Baru pada awal tahun 1940, gelombang ultrasonik dinilai memungkinkan untuk digunakan sebagai alat mendiagnosis suatu penyakit, bukan lagi hanya untuk terapi. Hal tersebut disimpulkan berkat hasil eksperimen Karl Theodore Dussik, seorang dokter ahli saraf dari Universitas Vienna, Austria. Bersama dengan saudaranya, Freiderich, seorang ahli fisika, berhasil menemukan lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada otak besar dengan mengukur transmisi pantulan gelombang ultrasonik melalui tulang tengkorak. Dengan menggunakan transduser (kombinasi alat pengirim dan penerima data), hasil pemindaian masih berupa gambar dua dimensi yang terdiri dari barisan titik-titik berintensitas rendah.
George Ludwig, ahli fisika Amerika, menyempurnakan alat temuan Dussik. Pemindaian terhadap lokasi batu ginjal pada suatu jaringan tubuh dapat ia lakukan. Gelombang ultrasonik yang menumbuk pada jaringan tubuh akan dipantulkan dan hasilnya kemudian dapat dilihat pada layar osiloskop. Selanjutnya diketahui bahwa gelombang ultrasonik tersebut memerlukan panjang gelombang tertentu agar suatu objek jaringan tubuh yang densitasnya beraneka ragam dapat teridentifikasi. 
Tahun 1949, John Julian Wild, ahli bedah Inggris yang bekerja di Medico Technological Research Institute of Minnesota, berkolaborasi dengan John Reid, seorang teknisi dari National Cancer Institute. Mereka melakukan investigasi terhadap sel-sel kanker dengan alat ultrasonik. Beberapa jenis alat yang dibuat untuk kepentingan investigasi tersebut antara lain B-mode ultrasound, transduser/alat pemindai jenis A-mode transvaginal dan transrectal. Prinsip alat-alat tersebut mengacu pada sistem RADAR. Oleh sebab itu mereka kemudian menyebutnya sebagai Tissue RADAR Machine (Mesin RADAR untuk deteksi jaringan).  
Akhirnya penggunaan ultrasonik mulai merambah bidang obstetri ginekologi. Penelitian yang dilakukan Ian Donald pada tahun 1955 terhadap kista ovarium dengan menggunakan alat Metal Flaw Detector mulai  membuka peluang dilakukannya berbagai penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan ini tentu saja akan semakin menyempurnakan teknik pemakaian ultrasonik sampai menjadi seperti sekarang.
Beberapa hasil penelitian lanjutan yang cukup penting dalam bidang obstetri ginekologi antara lain ditemukannya metode penentuan ukuran janin (fetal biometry), teknologi transduser/alat pemindai digital, transduser dua dimensi dan tiga dimensi modern penghasil tampilan gambar jaringan yang lebih fokus, dan penentuan jenis kelamin janin dalam kandungan (Fetal Anatomic Sex Assignment/FASA).
Penemuan metode penentuan ukuran janin dalam kandungan (Fetal Biometry) dimulai sekira tahun 1980-an. Berdasarkan tampilan gambar pada layar USG, beberapa parameter yang biasa dijadikan standar penentuan ukuran dan berat janin antara lain diamater kepala janin (biparietal diameter/BPD), keliling lingkaran kepala janin (head circumference/HC), panjang tulang paha (femur length/FL), dan lingkar perut (abdominal circumference/AC). Metode fetal biometry ini dapat membantu para dokter ahli obstetri ginekologi menentukan apakah pertumbuhan janin berjalan normal atau tidak.
Teknologi transduser digital sekira tahun 1990-an memungkinkan sinyal gelombang ultrasonik yang diterima menghasilkan tampilan gambar suatu jaringan tubuh dengan lebih jelas. Penemuan komputer pada pertengahan 1990 jelas sangat membantu teknologi ini. Gelombang ultrasonik akan melalui proses sebagai berikut, pertama, gelombang akan diterima transduser. Kemudian gelombang tersebut diproses sedemikian rupa dalam komputer sehingga bentuk tampilan gambar akan  terlihat pada layar monitor. Transduser yang digunakan terdiri dari transduser penghasil gambar dua dimensi atau  tiga dimensi.
Penemuan yang tak kalah pentingnya adalah penemuan Fetal Anatomic Sex Assignment (FASA) oleh Dr. John D. Stephens pada 1991. Dengan alat ini jenis kelamin janin sudah dapat ditentukan mulai 12-14 minggu usia kehamilan dengan tingkat akurasi 100%.
Berkat penemuan-penemuan spektakuler tersebut, alat ultrasonik atau USG saat ini sepertinya menjadi alat wajib seorang dokter ahli obstetri ginekologi. Apalagi setelah diketahui bahwa USG tidak menimbulkan efek samping baik terhadap kesehatan janin maupun kesehatan si ibu. Perjalanan panjang perkembangan penggunaan ultrasonik yang mengilhami penemuan-penemuan tersebut tak boleh dilupakan begitu saja. USG yang digunakan saat ini adalah hasil kerja keras para ilmuwan di dunia dari berbagai bidang keilmuan.*** R.A. Laksmi Priti Manohara/ Pikiran Rakyat 2 Maret 2006

No comments:

Post a Comment