Labels

Friday 5 August 2011

Bersahabat Dengan Musik Klasik



“Ah, kalau dengerin musik klasik sih bikin orang jadi ngantuk, nggak ngerti!” Begitulah pendapat sebagian besar orang apabila merek disodori sepotong kaset rekaman orkes simfoni karya Beethoven. Penolakan seperti itu sudah sering kita dengar. Mereka lebih memilih mendengarkan musik yang sedang populer, bukan musik yang punya kesan tua dan kolot. Padahal jangan salah, efek “ngantuk” yang sering dikatakan orang itulah yang merupakan kelebihan dari musik klasik.
Sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan musik klasik itu?Musik klasik yang akan diulas dalam tulisan ini kita batasi cakupannya hanya meliputi Western Musik (baca: European Music) yaitu dari periode abad pertengahan sampai periode abad 20-an.
Dalam “The New Book of Knowledge, The Children’s Encyclopedia”, kata music dapat didefinisikan sebagai seni mengorganisasi kumpulan nada-nada menjadi suatu bunyi yang punya arti. Kata musik itu sendiri berasal dari sebutan untuk dewi-dewi dalam mitologi Yunani kuno, “muse”, yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seni dan ilmu pengetahuan.
Istilah musik klasik dapat diartikan sebagai karya musik yang berkelas atau berkualitas tinggi, bersifat abadi dengan tampilan yang sempurna. Kejeniusan para komponisnya dalam menggabungkan nada-nada ke dalam harmonisasi yang luar biasa, menjadikan musik jenis ini tetap layak didengar sampai kapan pun alias tak lekang oleh zaman.
Jika melihat sejarah perkembangannya, musik klasik dibagi ke dalam beberapa periode yaitu periode Middle Ages /abad pertengahan (tahun 400 – 1400). Musik monofonik (musik yang hanya terdiri dari melodi tunggal) mendominasi periode ini sampai sekitar tahun 1100. Baru pada akhir abad pertengahan, musik polifonik (lebih dari satu melodi dimainkan serempak) mulai digunakan. Komponis yang terkenal adalah Leonin dan Perotin.
Periode Renaissance (1400 – 1600). Karakteristik musiknya lembut, mengalir dan merupakan refleksi idealisme spirit para kaum intelektual pada jaman itu untuk kembali mempelajari seni pada masa Yunani dan Romawi kuno. Dufay dan Bichois adalah dua komponis terkenal pada periode ini.
Periode selanjutnya adalah Baroque (1600 – 1750). Periode ini menggambarkan suatu karya seni yang rumit, penuh detail dan merupakan ekspresi berbagai emosi seperti kemarahan, gairah cinta, ketakutan, kekecewaan dan kebahagiaan. Sayangnya kreatifitas komponisnya, seperti Claudio Monteverdi, J. S. Bach dan Frederick Handel, dibelenggu aturan gereja yang ketat. Hal itu terjadi karena pada periode ini dikenal sistem patronisasi dimana kekuasaan tertinggi ada di tangan gereja.
Periode Classic (1750 – 1820). Periode ini menjadi  barometer studi terhadap musik klasik itu sendiri. Disini, piano merupakan alat musik pengganti harpsichord (keyboard instrumen yang dimainkan pada jaman Baroque), yang banyak dijadikan leader instrumen solo dalam suatu konser musik klasik.
Periode Romantic (1820 – 1900). Pada abad ini, para komponis mulai berani mengekspresikan emosi pribadinya sendiri setelah sebelumnya hanya menciptakan karya musik yang terpaku pada aturan gereja. Beberapa komponis periode ini diantaranya Chopin, Schumann dan Johann Strauss.
Dan yang terakhir, periode Abad 20-an. Bentuk dan tipe musik pada periode ini lebih bervariasi. Para komponisnya sangat bebas berekspresi  dan berimajinasi, tidak lagi terpaku pada aturan tertentu. Jenis musiknya dapat berupa neoklasik, ekspresionisme, serialisme, musik elektronik dan musik minimalis. Claude Debussy, Igor stravinsky dan Philip Glass  adalah tiga di antara komponis besar pada periode ini.
Mencermati kondisi musik klasik saat ini, agaknya telah terbentuk anggapan bahwa musik klasik hanya cocok untuk kalangan menengah ke atas, bersifat formil dan terkesan berat, rumit dan sulit dimengerti. Tak jarang orang langsung membayangkan permainan musik orkestra dalam suasana yang elegan dan agung begitu mendengar kedua kata ini.
Orang yang menyukai musik klasik pastilah orang yang serius, sentimentil, berkiwa melankolik dan cenderung kaku. Apakah benar demikian? Jawabannya mungkin ya mungkin juga tidak. Kemungkinan besar anggapan tersebut terbentuk karena saat ini , jenis musik ini sangat jarang diperdengarkan. Hanya pada saat-saat tertentu dan di tempat-tempat tertentu saja, di mana di sana hadir orang-orang yang memang meluangkan waktunya untuk mencoba memperdalam, memahami dan menikmati makna yang terkandung di balik nada-nada yang dimainkan. Nada-nada yang merupakan ekspresi dan gejolak emosi para komponisnya.
Karya musik yang “tidak biasa” dan jeda waktu yang begitu lebar, menjadikan musik klasik bisa dibilang antik. Sesuatu yang antik dan sulit dicari identik dengan sesuatu yang sangat berharga, mahal dan eksklusif. Tidaklah mengherankan jika sebagian besar orang mengambil sikap menjauh atau belum-belum sudah bersikap antipati.
Bisa jadi alasan munculnya sikap tersebut adalah karena, pertama, kesan yang timbul dari musik klasik tersebut sudah terlalu berat. Musik ini dianggap bukan konsumsi orang yang menginginkan hiburan tanpa harus berpikir. Kedua, mereka belum memahami musik ini karena tidak pernah mendengarnya secara utuh. Ketiga, mereka memang tidak suka dan tidak pernah bisa memahami jenis musik ini.
Untuk para pemula yang ingin mulai mengenal musik klasik, sebaiknya mendengarkan nomor klasik yang terkesan ringan, memiliki melodi yang tersusun lebih sederhana dan melodius tanpa harus meninggalkan ciri khas jenis musiknya. Misalnya seperti “ So Deep is The Night” (Etude op. 10 no. 3) karya Chopin, atau “Blue Danube Waltz” milik Johann Strauss.
Berkenalan dengan musik klasik sedini mungkin adalah hal yang paling baik dilakukan untuk bisa memahami dan menjadikannya sebagai sahabat, bukan sebagai lawan yang harus dijauhi. Sebuah studi yang dilakukan Dr. Nicholas Costrini dalam Savannah Morning News (sebuah surat kabar terbitan Amerika), menyebutkan bahwa musik klasik membawa pengaruh terhadap suasana hati seseorang dan memainkan pernan penting dalam mereduksi rasa sakit dan kecemasan. Musik klasik juga  menimbulkan efek menenangkan, sehingga banyak digunakan untuk terapi kesehatan.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa musik, terutama musik klasik mampu merangsang aktivitas sel-sel otak dan saraf, sehingga dapat meningkatkan performa akademik seseorang, bahkan mungkin dapat membuat bayi berkembang menjadi lebih cerdas.
Jadi, tunggu apalagi. Yuks kita mulai belajar mendengarkan satu nomor klasik sederhana yang indah. Siapa tau kita akan mulai jatuh hati dan menjadikan musik klasik sebagai salah satu musik favorit kita. (R.A. Laksmi Priti Manohara/Pikiran Rakyat 23 Maret 03)

1 comment: