Labels

Sunday 26 May 2013

Legionella pneumophila, Liburan Seru Akan Berubah Pilu


Hari-hari di bulan Ramadan telah bergeser lebih dari separuh jalan. Hari Raya Idulfitri tak lama lagi akan kita sambut dengan penuh suka cita. Sebagian besar orang biasanya akan mencurahkan segala rasa suka cita dan penuh syukur itu di tempat-tempat perbelanjaan atau tempat wisata. Salah satunya, bisa jadi memilih pemandian air panas sebagai tempat untuk bersantai bersama keluarga tercinta. Tetapi apa yang akan terjadi jika semua rencana menghabiskan hari libur itu dirusak oleh sekumpulan mikroorganisme bernama Legionella pneumophila, sang pengkontaminasi air kolam. Efek serangan mikroorganisme yang satu ini dapat berakibat fatal bagi kesehatan manusia. Sebanyak 5 – 30 persen kasus serangan miroorganisme Legionella dapat menyebabkan kematian.
Ancaman serangan bakteri Legionella agaknya dianggap cukup serius, sehingga Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata maupun Kementerian Kesehatan telah mengirimkan surat edaran kepada kabupaten/kota maupun pelaku jasa usaha wisata agar mewaspadai berkembangnya penyakit yang disebabkan bakteri Legionella.
Bakteri Legionella secara alami dapat ditemukan di air laut, air tawar, sungai, danau, mata air panas, dan genangan air bersih. Bakteri ini juga dapat  berkembang dengan baik dan hidup di air menara pada sistem pendingin udara bersuhu 24 oC, tempat spa, kolam renang pemandian air panas, air mancur yang tidak terawat dengan baik, ataupun air tampungan pada sistem air panas di rumah-rumah. Tak terkecuali, tempat air yang berkarat, debu, berkerak, dan dapat terdapat pada peralatan rumah sakit seperti alat bantu pernapasan.
Beberapa dugaan kasus wabah penyakit Legionellosis dilaporkan pernah terjadi di Bali (1996), dan Tangerang (1999). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan tahun 2001 terhadap air menara sistem pendingin di hotel-hotel di Jakarta dan Denpasar,  hampir 90 persen ditemukan pernah terkontaminasi bakteri Legionella. Tetapi kondisi tersebut belum dapat dipastikan sebagai kasus mutlak wabah Legionellosis. Saat itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan hanya melakukan investigasi ketat dan tindakan desinfeksi terhadap tempat-tempat yang diduga menjadi sumber penularan Legionellosis. Berbeda dengan beberapa negara di Eropa, kasus wabah Legionellosis beberapa kali terjadi dalam kurun waktu 2002 sampai dengan 2004. Beberapa di antaranya adalah di Inggris 20 kasus, Swiss 23 kasus, dan Jerman 7 kasus. Sebagian besar kasus yang terjadi menunjukkan sumber penularan berasal dari air panas yang ada di pusat spa dan kolam pemandian.
Penyakit Legionellosis yang disebabkan oleh bakteri Legionella pneumophila ini pertama kali diketahui pada Juli 1976 di Philadelphia, Amerika Serikat. Saat itu, sejumlah pasukan legiun asing yang sedang menginap di Hotel Bellevue-Startford, Philadelphia, mengeluhkan demam, pilek dan influenza. Penyakit tersebut berkembang menjadi gangguan pernapasan akut sehingga menyebabkan kematian. Tercatat kurang lebih 29 dari 221 prajurit meninggal dunia akibat serangan penyakit ini.
Bakteri Legionella pneumophilla termasuk ke dalam golongan bakteri gram negatif berbentuk batang. Bakteri ini dapat tumbuh optimum pada suhu 30oC – 45oC. Bakteri Legionella mampu hidup pada pipa-pipa berbahan karet dan plastik yang telah berlumut, juga tahan terhadap kaporit dengan konsentrasi klorin 2 – 6 mg/l. Padahal konsentrasi kaporit yang digunakan untuk kolam renang biasanya hanya mencapai 0,6 – 0,8 mg/l. Kondisi inilah yang patut diwaspadai. Diperlukan sistem kontrol proses desinfeksi yang memadai agar populasi bakteri Legionella tidak menjadi ancaman fatal bagi kesehatan manusia.
Satu hal yang perlu diketahui, penyakit Legionellosis tidak dapat menular dari manusia ke manusia. Bakteri Legionella dapat menginfeksi manusia melalui perantaraan udara atau jika kita secara tak sengaja meminum air yang telah mengandung Legionella. Orang yang memiliki risiko lebih besar terjangkit Legionellosis adalah orang berusia lanjut, perokok, orang yang telah memiliki penyakit paru-paru kronis, atau orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Beberapa jenis tes laboratorium dapat digunakan untuk mendeteksi bakteri Legionella dalam tubuh. Salah satunya adalah tes antigen kemih dari spesimen urin atau air seni. Untuk melakukan konfirmasi diagnosis jika terjadi komplikasi penyakit, maka spesimen darah akan digunakan untuk membuktikan adanya peningkatan kadar antibodi spesifik.
Gejala-gejala awal penyakit Legionellosis pada manusia adalah sakit kepala, nyeri otot, panas dingin serta demam tinggi hingga mencapai 40oC. Gejala ini mirip dengan gejala pilek atau influenza biasa, sehingga dokter seringkali tidak tepat dalam menentukan diagnosis. Gejala tersebut mulai muncul 2–10 hari setelah bakteri Legionella menginfeksi tubuh. Baru pada hari-hari berikutnya, kondisi orang yang terjangkit penyakit ini akan terlihat semakin memburuk. Batuk yang disertai lendir berdarah, sesak napas, sakit dada, mudah lelah, mual, dan muntah akan mulai terlihat. Jika pengobatan terlambat dilakukan, penyakit dapat berkembang ke arah yang lebih serius. Berdasarkan data U.S. National Library or Medicine service’s Medicine Plus, angka kematian akibat serangan penyakit Legionellosis dapat mendekati 50 persen, jika pemberian antibiotik terlambat diberikan kepada pasien.
Komplikasi yang mungkin terjadi dan dapat menyebabkan kematian di antaranya adalah terjadi kegagalan pernapasan. Hal ini terjadi ketika paru-paru tidak lagi mampu memberikan tubuh oksigen yang cukup karena telah mengalami peradangan yang sangat parah. Komplikasi lainnya, pasien akan mengalami septic shock. Septic shock adalah kondisi di mana terjadi penurunan tekanan darah secara tiba-tiba akibat peradangan parah yang terjadi di dalam tubuh, sehingga mengurangi aliran darah ke organ vital, terutama ginjal dan otak. Jantung mencoba untuk mengkompensasi kondisi tersebut dengan meningkatkan volume darah yang akan dipompa. Tetapi beban kerja jantung makin bertambah, sehingga akhirnya malah melemahkan jantung dan mengurangi aliran darah lebih banyak lagi.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah gagal ginjal akut. Kondisi ini mengakibatkan organ ginjal kehilangan kemampuannya untuk melakukan fungsi utama sebagai organ penyaring darah dari zat-zat yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. 
Peluang terjadinya kontaminasi bakteri Legionella terhadap fasilitas umum seperti pemandian air panas atau tempat spa, akan tetap ada. Pemilik fasilitas umum tersebut tentunya memiliki tanggung jawab penting dalam menerapkan sistem keamanan pemeliharaan air kolam dengan benar. Hal itu harus dilakukan agar risiko kontaminasi mikroorganisme penyebab penyakit dapat direduksi. Tidak hanya pencegahan kontaminasi bakteri Legionella, melainkan juga mikroorganisme lain seperti jamur penyebab penyakit kulit.
Dengan memperhatikan risiko-risiko terburuk yang mungkin terjadi terhadap kesehatan manusia akibat serangan bakteri Legionella,  kita sebagai pengguna fasilitas umum tersebut  juga perlu bersikap waspada dan berhati-hati. Pencegahan mandiri untuk memperkecil resiko terinfeksi bakteri Legionella, salah satunya adalah dengan cara membersihkan diri dengan sabun desinfektan sebelum dan setelah menggunakan fasilitas air kolam. Segeralah menemui dokter jika beberapa gejala penyakit Legionellosis mulai dirasakan. Ancaman penyakit berbahaya tentunya tidak perlu sampai menyurutkan niat untuk berekreasi dan bersenang-senang bersama keluarga. Berekreasilah dengan cerdas.*** Laksmi Priti Manohara/ Pikiran Rakyat 15 September 2011

No comments:

Post a Comment