Hari-hari di bulan
Ramadan telah bergeser lebih dari separuh jalan. Hari Raya Idulfitri tak lama
lagi akan kita sambut dengan penuh suka cita. Sebagian besar orang biasanya
akan mencurahkan segala rasa suka cita dan penuh syukur itu di tempat-tempat
perbelanjaan atau tempat wisata. Salah satunya, bisa jadi memilih pemandian air
panas sebagai tempat untuk bersantai bersama keluarga tercinta. Tetapi apa yang
akan terjadi jika semua rencana menghabiskan hari libur itu dirusak oleh
sekumpulan mikroorganisme bernama Legionella
pneumophila, sang pengkontaminasi air kolam. Efek serangan mikroorganisme
yang satu ini dapat berakibat fatal bagi kesehatan manusia. Sebanyak 5 – 30
persen kasus serangan miroorganisme Legionella dapat menyebabkan kematian.
Ancaman serangan bakteri
Legionella agaknya dianggap cukup serius, sehingga Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata maupun Kementerian
Kesehatan telah mengirimkan surat edaran kepada kabupaten/kota maupun pelaku
jasa usaha wisata agar mewaspadai berkembangnya penyakit yang disebabkan bakteri Legionella.
Bakteri Legionella secara alami
dapat ditemukan di air laut, air tawar, sungai, danau, mata air panas, dan
genangan air bersih. Bakteri ini juga dapat
berkembang dengan baik dan hidup di air menara pada sistem pendingin
udara bersuhu 24 oC, tempat spa, kolam renang pemandian air panas,
air mancur yang tidak terawat dengan baik, ataupun air tampungan pada sistem
air panas di rumah-rumah. Tak terkecuali, tempat air yang berkarat, debu, berkerak,
dan dapat terdapat pada peralatan rumah sakit seperti alat bantu pernapasan.
Beberapa dugaan kasus wabah
penyakit Legionellosis dilaporkan pernah terjadi di Bali (1996), dan Tangerang
(1999). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan tahun 2001 terhadap air menara sistem
pendingin di hotel-hotel di Jakarta dan Denpasar, hampir 90 persen ditemukan pernah
terkontaminasi bakteri Legionella. Tetapi kondisi tersebut belum dapat
dipastikan sebagai kasus mutlak wabah Legionellosis. Saat itu, pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Kesehatan hanya melakukan investigasi ketat dan
tindakan desinfeksi terhadap tempat-tempat yang diduga menjadi sumber penularan
Legionellosis. Berbeda dengan beberapa negara di Eropa, kasus wabah
Legionellosis beberapa kali terjadi dalam kurun waktu 2002 sampai dengan 2004.
Beberapa di antaranya adalah di Inggris 20 kasus, Swiss 23 kasus, dan Jerman 7
kasus. Sebagian besar kasus yang terjadi menunjukkan sumber penularan berasal
dari air panas yang ada di pusat spa dan kolam pemandian.
Penyakit Legionellosis yang
disebabkan oleh bakteri Legionella
pneumophila ini pertama kali diketahui pada Juli 1976 di Philadelphia,
Amerika Serikat. Saat itu, sejumlah pasukan legiun asing yang sedang menginap
di Hotel Bellevue-Startford, Philadelphia, mengeluhkan demam, pilek dan
influenza. Penyakit tersebut berkembang menjadi gangguan pernapasan akut
sehingga menyebabkan kematian. Tercatat kurang lebih 29 dari 221 prajurit
meninggal dunia akibat serangan penyakit ini.
Bakteri Legionella pneumophilla termasuk ke dalam golongan bakteri gram
negatif berbentuk batang. Bakteri ini dapat tumbuh optimum pada suhu 30oC
– 45oC. Bakteri Legionella mampu hidup pada pipa-pipa berbahan karet
dan plastik yang telah berlumut, juga tahan terhadap kaporit dengan konsentrasi
klorin 2 – 6 mg/l. Padahal konsentrasi kaporit yang digunakan untuk kolam
renang biasanya hanya mencapai 0,6 – 0,8 mg/l. Kondisi inilah yang patut
diwaspadai. Diperlukan sistem kontrol proses desinfeksi yang memadai agar
populasi bakteri Legionella tidak menjadi ancaman fatal bagi kesehatan manusia.
Satu hal yang perlu diketahui,
penyakit Legionellosis tidak dapat menular dari manusia ke manusia. Bakteri
Legionella dapat menginfeksi manusia melalui perantaraan udara atau jika kita secara
tak sengaja meminum air yang telah mengandung Legionella. Orang yang memiliki risiko
lebih besar terjangkit Legionellosis adalah orang berusia lanjut, perokok,
orang yang telah memiliki penyakit paru-paru kronis, atau orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah.
Beberapa jenis tes laboratorium
dapat digunakan untuk mendeteksi bakteri Legionella dalam tubuh. Salah satunya
adalah tes antigen kemih dari spesimen urin atau air seni. Untuk melakukan konfirmasi
diagnosis jika terjadi komplikasi penyakit, maka spesimen darah akan digunakan
untuk membuktikan adanya peningkatan kadar antibodi spesifik.
Gejala-gejala awal penyakit Legionellosis
pada manusia adalah sakit kepala, nyeri otot, panas dingin serta demam tinggi
hingga mencapai 40oC. Gejala ini mirip dengan gejala pilek atau
influenza biasa, sehingga dokter seringkali tidak tepat dalam menentukan
diagnosis. Gejala tersebut mulai muncul 2–10 hari setelah bakteri Legionella
menginfeksi tubuh. Baru pada hari-hari berikutnya, kondisi orang yang
terjangkit penyakit ini akan terlihat semakin memburuk. Batuk yang disertai
lendir berdarah, sesak napas, sakit dada, mudah lelah, mual, dan muntah akan
mulai terlihat. Jika pengobatan terlambat dilakukan, penyakit dapat berkembang
ke arah yang lebih serius. Berdasarkan data U.S. National Library or Medicine
service’s Medicine Plus, angka kematian akibat serangan penyakit Legionellosis
dapat mendekati 50 persen, jika pemberian antibiotik terlambat diberikan kepada
pasien.
Komplikasi yang mungkin terjadi
dan dapat menyebabkan kematian di antaranya adalah terjadi kegagalan
pernapasan. Hal ini terjadi ketika paru-paru tidak lagi mampu memberikan tubuh
oksigen yang cukup karena telah mengalami peradangan yang sangat parah. Komplikasi
lainnya, pasien akan mengalami septic
shock. Septic shock adalah
kondisi di mana terjadi penurunan tekanan darah secara tiba-tiba akibat
peradangan parah yang terjadi di dalam tubuh, sehingga mengurangi aliran darah
ke organ vital, terutama ginjal dan otak. Jantung mencoba untuk mengkompensasi
kondisi tersebut dengan meningkatkan volume darah yang akan dipompa. Tetapi
beban kerja jantung makin bertambah, sehingga akhirnya malah melemahkan jantung
dan mengurangi aliran darah lebih banyak lagi.
Komplikasi lain yang mungkin
terjadi adalah gagal ginjal akut. Kondisi ini mengakibatkan organ ginjal
kehilangan kemampuannya untuk melakukan fungsi utama sebagai organ penyaring
darah dari zat-zat yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh.
Peluang terjadinya kontaminasi
bakteri Legionella terhadap fasilitas umum seperti pemandian air panas atau
tempat spa, akan tetap ada. Pemilik fasilitas umum tersebut tentunya memiliki
tanggung jawab penting dalam menerapkan sistem keamanan pemeliharaan air kolam
dengan benar. Hal itu harus dilakukan agar risiko kontaminasi mikroorganisme
penyebab penyakit dapat direduksi. Tidak hanya pencegahan kontaminasi bakteri
Legionella, melainkan juga mikroorganisme lain seperti jamur penyebab penyakit
kulit.
Dengan memperhatikan risiko-risiko
terburuk yang mungkin terjadi terhadap kesehatan manusia akibat serangan
bakteri Legionella, kita sebagai
pengguna fasilitas umum tersebut juga
perlu bersikap waspada dan berhati-hati. Pencegahan mandiri untuk memperkecil
resiko terinfeksi bakteri Legionella, salah satunya adalah dengan cara
membersihkan diri dengan sabun desinfektan sebelum dan setelah menggunakan
fasilitas air kolam. Segeralah menemui dokter jika beberapa gejala penyakit Legionellosis
mulai dirasakan. Ancaman penyakit berbahaya tentunya tidak perlu sampai
menyurutkan niat untuk berekreasi dan bersenang-senang bersama keluarga.
Berekreasilah dengan cerdas.*** Laksmi Priti Manohara/ Pikiran Rakyat 15 September 2011
No comments:
Post a Comment