
Judul : Sungai Dari
Firdaus: Suatu Pandangan Darwinan Tentang Kehidupan
Judul Asli :
River Out of Eden: A Darwinian View of
Life
Penulis :
Richard Dawkins
Penerjemah :
Damaring Tyas W.P. & Parakitri T. Simbolon.
Penerbit :
Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Cetak :
November 2005
Tebal :
xiv + 194 halaman
APAKAH anda percaya seluruh makhluk hidup berasal dari
leluhur tunggal? Suatu konsep yang berarti bahwa semua jenis makhluk hidup, mulai
dari bakteri bersel satu hingga Homo
sapiens alias manusia, adalah bersaudara. Konsep ini dipercaya Darwin dan
para pengikutnya bahwa dari sudut pandang molekuler, semua hewan merupakan
kerabat yang cukup dekat.
Sang penulis buku, Richard Dawkins, adalah seorang ilmuwan
dari Universitas Oxford yang merupakan pengikut setia teori Darwin. Dalam
setiap buku-bukunya ia selalu ingin mencoba menguraikan dan menjajaki kekuatan
teori Darwin, salah satunya adalah konsep di atas. Pembaca buku ini dihadapkan
pada pemaparan yang cukup menarik tentang bagaimana suatu gen diturunkan dari
generasi ke generasi. Bagaimana gen-gen tersebut bukan saja saling bekerja sama
tapi juga saling bersaing secara sehat untuk memberikan yang terbaik bagi
generasi penerusnya. Sehingga, makhluk hidup yang mampu bertahan hidup adalah
yang serba unggul. Makhluk yang sukses menjadi leluhur. Semua itu tak lepas
dari peran lingkungan yang turut mempengaruhi, apakah suatu gen dapat terus
bertahan atau tidak.
Sungai Firdaus adalah bahasa yang digunakan Dawkins untuk
menyebut DNA. Sungai Firdaus menurutnya merupakan sungai pembawa informasi
genetik yang mengalir lintas masa. Sungai DNA atau sungai gen ini, ia sebut juga
sebagai sungai digital karena memuat sandi-sandi genetik yang bersifat digital
atau bersifat angka. Setiap sel dalam tubuh mengandung aksara DNA yang dapat
disalin selama bergenerasi-generasi (karena bersifat digital). Salinan itu akan
sama dengan aslinya kecuali terjadi kesalahan cetak karena proses mutasi, yang
oleh seleksi alam bisa dimusnahkan atau justru dilestarikan. Sungai gen suatu
saat akan berpisah dan bercabang-cabang membentuk spesies baru akibat terjadi
keterpisahan secara geografis. Itu artinya bahwa ciri yang menandai suatu
spesies adalah semua anggota spesies itu punya sungai gen yang sama.
Lebih lanjut, Dawkins menjelaskan tentang apa yang terjadi
pada suatu sel. Bagaimana pengaruh gen-gen yang ada dalam sel menyebabkan sel
tersebut bereplikasi kemudian berdiferensiasi sehingga muncul istilah keragaman
sel. Keragaman sel ini sangat terprogram dan dapat diprediksi dengan rinci.
Berbeda dengan keragaman spesies yang merupakan hasil pengaruh geografis dan
tidak dapat diprediksi.
Dalam bab dua, alur penjelasan menjadi lebih menarik karena
pada bab inilah dikemukakan bahwa DNA dapat digunakan untuk merekonstruksi
sejarah leluhur asalkan seks tidak ikut campur di dalamnya. Pada bab ini kita
akan mendapat gambaran mengapa Dawkins meyakini bahwa makhluk hidup berasal
dari leluhur tunggal. Ia menjelaskan dengan cukup gamblang bahwa seks dapat menjadi
penghalang dalam penelusuran sejarah leluhur karena informasi (baca: DNA) yang
dibawanya adalah gabungan dari pita-pita DNA ayah dan ibu yang sebelumnya telah
terobek-robek.
Dengan berpegang pada istilah Siti Hawa Mitokondria,
Dawkins memaparkan sejauh mana kita harus mundur ke masa silam untuk
mendapatkan leluhur bersama umat manusia. Teori paling terkenal yang
dikemukakan Lynn Margulis dari Universitas Massachusetts adalah dalam sejarah
evolusioner purba, mitokondria merupakan bakteri, memiliki DNA sendiri, tidak
tercemar tetapi tidak kebal terhadap mutasi. Kita tentunya tahu bahwa
mitokondria ada pada setiap sel yang membangun tubuh kita. Jadi berdasarkan
teori ini, sel-sel tubuh kita ibarat taman tertutup berisi bakteri. Pada saat
ini hal tersebut sudah diamini oleh kebanyakan ahli biologi dunia karena hampir
bisa dipastikan benar.
Fakta selanjutnya
adalah bahwa DNA mitokondria berasal hanya dari ibu karena sperma terlalu kecil
untuk dapat memuat lebih dari beberapa mitokondria. Sperma hanya mampu menyediakan
energi untuk menggerakkan ekornya ketika berenang menuju sel telur, dan
sejumlah kecil mitokondria terbuang bersama ekor itu saat kepala sperma diserap
sel telur ketika pembuahan terjadi. Hal inilah yang membuat Dawkins memilih istilah
Siti Hawa Mitokondria.
Bab demi bab
dalam buku ini sangat saling berkaitan. Bab awal mempersiapkan pembaca terhadap
pandangan bahwa asas manfaat sejati kehidupan yang dimaksimalisasi dalam alam
adalah kelestarian DNA. Hal ini erat kaitannya dengan proses seleksi alam ala
Darwin. Bab-bab selanjutnya lebih banyak berisi penjelasan lebih luas dari
hal-hal yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Gaya bertutur Dawkins penuh
dengan metafora. Contoh kasus dan penjelasan panjang lebar mengenai satu hal
yang dikemukakan, sepertinya membuat pembacanya ikut larut dalam ritme yang
diciptakannya sehingga kita akan mengerti dengan sendirinya pada setiap akhir
bab.
Bagi sebagian
orang, mungkin membaca buku ini dengan sedikit tersendat-sendat karena banyak
menggunakan istilah hasil terjemahan yang kurang dikenal. Tetapi hal itu bukan
merupakan kendala untuk tidak membacanya sampai akhir bab. Sebagai saran,
pembaca buku ini sebaiknya telah memiliki dasar pengetahuan mengenai ilmu
genetika misalnya proses-proses seperti mitosis dan meiosis. Ini akan
memudahkan kita mengikuti alur ciptaan Dawkins dan selanjutnya akan membawa ke
dalam suatu pemahaman terhadap konsep
Darwin mengenai teori evolusi, yang oleh sebagian orang banyak ditentang. ***R.A.
Laksmi Priti Manohara/ Pikiran Rakyat 12 Januari 2006
No comments:
Post a Comment