Labels

Sunday 9 June 2013

Warna Warni Nasib si Kembar Siam



Berdasarkan data dari University of Maryland Medicine, kelahiran anak kembar siam yang berhasil bertahan hidup hanyalah sekitar 5-25% dari seluruh kasus yang ada. Beberapa mungkin berhasil dipisahkan sehingga dapat merasakan hidup normal. Tetapi untuk beberapa kasus, operasi pemisahan pasangan kembar siam bisa jadi mustahil untuk dilakukan. Misalnya pada kembar siam tipe Dicephalus (dua kepala, satu tubuh). Jika hal itu terjadi, pasangan kembar siam itu akan “terpaksa” hidup bersama saling menempel. Mereka mungkin harus mulai membiasakan diri menerima pandangan penuh rasa heran, iba atau ejekan dari orang-orang di sekeliling mereka. Sungguh merupakan sebuah kehidupan yang tidak mudah untuk dijalani.
Hidup sebagai pasangan kembar siam tentulah sangat berwarna. Beberapa pasangan kembar siam berhasil menciptakan kehidupan yang cukup “normal”. Tetapi pasangan yang lain mungkin perlu bersusah payah untuk dapat “menerima” ujian hidup seperti itu. Hal ini tak lepas dari peran orang tua dan masyarakat di sekelilingnya.
Kasus kembar siam ini sebenarnya sudah terjadi sejak jaman Mesir kuno. Namun  menurut Jan Bondeson, seorang dokter dari Cardiff  Univerity School of medicine, kasus pertama yang terdokumentasi cukup baik adalah kembar siam Mary dan Eliza Chulkhurst. Kedua wanita ini hidup sekitar tahun 1100 di Biddenden, Kent, England.  Mary dan Eliza diduga lahir dengan kondisi  bagian bahu dan pinggul melekat satu sama lain. Hal ini didasarkan pada sepotong kue khas daerah Biddenden yang memuat gambar dua orang wanita kembar dempet pada bahu dan panggulnya. Kondisi tersebut menarik berbagai tanggapan dari para ahli di bidang kedokteran. Meskipun teori pelekatan seperti itu mungkin saja terjadi, kasus kembar dempet dengan pelekatan ganda belum pernah tercatat sebelumnya. Pada tahun 1895, seorang ahli bedah bernama J. W. Ballantyne menduga bahwa kedua wanita itu sebenarnya mengalami kasus kembar siam tipe pygopagus (bagian tubuh melekat pada area pelvis/panggul). Mary dan Eliza bertahan hidup hingga usia 34 tahun.
Istilah kembar siam mulai populer setelah pasangan kembar lahir di negara Siam yang sekarang dikenal dengan  negara Thailand. Pasangan kembar itu bernama Chang dan Eng Bunker yang hidup pada tahun 1811 – 1874. Chang dan Eng  ini mengalami kelainan yang disebut xiphopagus. Pelekatan bagian tubuh Chang dan Eng terjadi di area dada (sternum) dan terhubung oleh sepotong kecil tulang kartilago. Pasangan kembar ini mampu hidup normal sampai mereka berusia 63 tahun. Mereka sempat menikah dan masing-masing menghasilkan keturunan 10 dan 12 orang anak. “Keunikan” fisik Chang dan Eng membuat mereka memiliki kesempatan untuk melakukan tur ke daratan Amerika dan England. Tahun 1829, Robert Hunter, sang pedagang dari Britania Rayalah yang menemukan pasangan kembar itu. Robert mengeksploitasi Chang dan Eng untuk dipamerkan keliling dunia. Di sinilah pasangan kembar itu mulai dikenal sebagai pasangan “Kembar dari Negeri Siam”. Sejak saat itu, setiap kembar dempet yang ditemui akan disebut dengan kembar siam.
Seperti telah disampaikan sebelumnya, operasi pemisahan pasangan kembar siam mungkin saja dilakukan. Tindakan operasi pemisahan pertama diyakini berhasil dilakukan para dokter sekitar tahun 1689 di Basle, Switzerland, pada pasangan gadis kembar siam xiphopagus. Sayangnya dokumentasi mengenai data gadis tersebut tidak lengkap. Keberhasilan operasi pemisahan pasangan kembar siam pertama di dunia “modern” diyakini terjadi pada tahun 1953. Saat itu terdapat kasus kembar siam pygopagus yang berhasil dipisahkan. Kasus itu menimpa Catherine dan Caroline Mouton dari Louisiana, Amerika, yang berhasil dipisahkan saat mereka berusia 8 hari. Kedua gadis itu berhasil bertahan hidup. Sayangnya Catherine akhirnya bunuh diri pada tahun 1985.
Kisah memilukan terjadi pada pasangan kembar siam Ladan dan Laleh dari Iran. Mereka lahir di kota Firouzabad, Iran, pada tahun 1974. Pasangan ini sempat terpisah dari kedua orang tuanya di rumah sakit saat berusia 5 tahun. Orangtua Ladan dan Laleh baru dapat bertemu kembali dengan kedua anaknya itu setelah bertahun-tahun kemudian. Ternyata pasangan kembar siam ini sempat diadopsi oleh seseorang bernama Dr. Alireza safaian. Ladan dan Laleh tetap hidup bersama saling menempel di bagian kepalanya (craniopagus) sampai usia 29 tahun. Mereka pergi ke sekolah bersama-sama, dan terpaksa menekuni bidang studi yang sama pula, yaitu bidang hukum. Padahal Laleh bercita-cita menjadi seorang jurnalis. Kelelahan hidup membuat mereka memilih untuk melakukan operasi pemisahan di Singapura. Operasi itu sangatlah riskan mengingat ada bagian otak keduanya yang saling bersatu. Mereka akhirnya tidak dapat bertahan hidup dalam proses operasi pemisahan setelah kehilangan banyak darah. Ladan dan Laleh menghembuskan nafas terakhirnya pada 8 Juli 2003.
Di Indonesia, kasus kembar siam yang pertama kali terdokumentasi adalah kasus yang menimpa bayi Yuliana dan Yuliani dari daerah Riau. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1987 itu menjadi tonggak sejarah bagi ilmu kedokteran di Indonesia. Berkat penanganan tim dokter RSCM yang dipimpin oleh Prof. Dr. Padmosantjojo, pasangan kembar Ana dan Ani, begitu mereka biasa dipanggil, berhasil dipisahkan melalui operasi yang memakan waktu 12 jam. Kini pasangan kembar siam craniopagus vertical (kepala bersatu pada bagian ubun-ubun) ini hidup normal dengan badan terpisah.
Kasus lain yang sangat jarang terjadi, menimpa pasangan kembar siam dari Majalaya. Pasangan kembar siam ini berkepala dua dan hanya memiliki satu tubuh. Menurut dokter spesialis kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Wiryawan Permadi, SPOG. K., kasus kembar siam dicephalus di Majalaya ini adalah kasus pertama yang terjadi di Indonesia. Kasus dicephalus sangat sulit ditangani, bahkan mustahil untuk dipisahkan tanpa mengorbankan salah satunya. Keduanya tidak mungkin dipisahkan karena hanya memiliki satu set organ vital, sepasang tangan dan sepasang kaki.
Kasus dicephalus seperti itu pernah terjadi di Amerika Serikat. Pasangan kembar siam Abigail Loraine Hensel  dan Brittany Lee Hensel juga mengalami kelainan dicephalus. Mereka lahir pada 7 Maret 1990 di Carver County, Minnesota, Amerika. Kini Abby dan Britty  hidup bersama berbagi tubuh sampai sekarang.
Kelahiran bayi kembar siam memang sulit diprediksi. Orang tua yang mengalaminya tentu akan merasa cukup terpukul dengan kejadian itu. Meskipun mungkin menyakitkan, mereka masih perlu merawat bayi kembar siam yang dilahirkan selamat itu dengan penuh kasih sayang. Orang tua dari bayi kembar siam harus memiliki kondisi fisik dan psikologis yang jauh lebih kuat dibandingkan pasangan anak  kembar siam itu sendiri. Berhasil dipisahkan atau tidak bukanlah alasan untuk tidak mencintai pasangan kembar siam apa adanya. Dukungan masyarakat sekitar juga diperlukan agar keluarga pasangan kembar siam dapat merasakan hidup secara “normal”. ***R.A Laksmi Priti Manohara/Pikiran Rakyat 29 Maret 2012

No comments:

Post a Comment