Berdasarkan data dari University of Maryland Medicine, kelahiran anak kembar siam yang
berhasil bertahan hidup hanyalah sekitar 5-25% dari seluruh kasus yang ada.
Beberapa mungkin berhasil dipisahkan sehingga dapat merasakan hidup normal.
Tetapi untuk beberapa kasus, operasi pemisahan pasangan kembar siam bisa jadi
mustahil untuk dilakukan. Misalnya pada kembar siam tipe Dicephalus (dua
kepala, satu tubuh). Jika hal itu terjadi, pasangan kembar siam itu akan
“terpaksa” hidup bersama saling menempel. Mereka mungkin harus mulai
membiasakan diri menerima pandangan penuh rasa heran, iba atau ejekan dari
orang-orang di sekeliling mereka. Sungguh merupakan sebuah kehidupan yang tidak
mudah untuk dijalani.
Hidup sebagai pasangan kembar siam tentulah sangat
berwarna. Beberapa pasangan kembar siam berhasil menciptakan kehidupan yang
cukup “normal”. Tetapi pasangan yang lain mungkin perlu bersusah payah untuk
dapat “menerima” ujian hidup seperti itu. Hal ini tak lepas dari peran orang
tua dan masyarakat di sekelilingnya.
Kasus kembar siam ini sebenarnya sudah terjadi sejak
jaman Mesir kuno. Namun menurut Jan
Bondeson, seorang dokter dari Cardiff Univerity School of medicine, kasus
pertama yang terdokumentasi cukup baik adalah kembar siam Mary dan Eliza
Chulkhurst. Kedua wanita ini hidup sekitar tahun 1100 di Biddenden, Kent,
England. Mary dan Eliza diduga lahir
dengan kondisi bagian bahu dan pinggul
melekat satu sama lain. Hal ini didasarkan pada sepotong kue khas daerah
Biddenden yang memuat gambar dua orang wanita kembar dempet pada bahu dan panggulnya.
Kondisi tersebut menarik berbagai tanggapan dari para ahli di bidang
kedokteran. Meskipun teori pelekatan seperti itu mungkin saja terjadi, kasus
kembar dempet dengan pelekatan ganda belum pernah tercatat sebelumnya. Pada
tahun 1895, seorang ahli bedah bernama J. W. Ballantyne menduga bahwa kedua
wanita itu sebenarnya mengalami kasus kembar siam tipe pygopagus (bagian tubuh
melekat pada area pelvis/panggul). Mary dan Eliza bertahan hidup hingga usia 34
tahun.
Istilah kembar siam mulai populer setelah pasangan
kembar lahir di negara Siam yang sekarang dikenal dengan negara Thailand. Pasangan kembar itu bernama Chang
dan Eng Bunker yang hidup pada tahun 1811 – 1874. Chang dan Eng ini mengalami kelainan yang disebut
xiphopagus. Pelekatan bagian tubuh Chang dan Eng terjadi di area dada (sternum)
dan terhubung oleh sepotong kecil tulang kartilago. Pasangan kembar ini mampu
hidup normal sampai mereka berusia 63 tahun. Mereka sempat menikah dan
masing-masing menghasilkan keturunan 10 dan 12 orang anak. “Keunikan” fisik
Chang dan Eng membuat mereka memiliki kesempatan untuk melakukan tur ke daratan
Amerika dan England. Tahun 1829, Robert Hunter, sang pedagang dari Britania
Rayalah yang menemukan pasangan kembar itu. Robert mengeksploitasi Chang dan
Eng untuk dipamerkan keliling dunia. Di sinilah pasangan kembar itu mulai dikenal
sebagai pasangan “Kembar dari Negeri Siam”. Sejak saat itu, setiap kembar
dempet yang ditemui akan disebut dengan kembar siam.
Seperti telah disampaikan sebelumnya, operasi
pemisahan pasangan kembar siam mungkin saja dilakukan. Tindakan operasi
pemisahan pertama diyakini berhasil dilakukan para dokter sekitar tahun 1689 di
Basle, Switzerland, pada pasangan gadis kembar siam xiphopagus. Sayangnya dokumentasi mengenai data gadis tersebut
tidak lengkap. Keberhasilan operasi pemisahan pasangan kembar siam pertama di
dunia “modern” diyakini terjadi pada tahun 1953. Saat itu terdapat kasus kembar
siam pygopagus yang berhasil
dipisahkan. Kasus itu menimpa Catherine dan Caroline
Mouton dari
Louisiana, Amerika, yang
berhasil dipisahkan saat mereka berusia 8 hari. Kedua gadis itu berhasil
bertahan hidup. Sayangnya Catherine akhirnya bunuh diri pada tahun 1985.
Kisah memilukan terjadi pada pasangan
kembar siam Ladan dan Laleh dari Iran. Mereka lahir di kota Firouzabad, Iran,
pada tahun 1974. Pasangan ini sempat terpisah dari kedua orang tuanya di rumah
sakit saat berusia 5 tahun. Orangtua Ladan dan Laleh baru dapat bertemu kembali
dengan kedua anaknya itu setelah bertahun-tahun kemudian. Ternyata pasangan
kembar siam ini sempat diadopsi oleh seseorang bernama Dr. Alireza safaian. Ladan
dan Laleh tetap hidup bersama saling menempel di bagian kepalanya (craniopagus) sampai usia 29 tahun.
Mereka pergi ke sekolah bersama-sama, dan terpaksa menekuni bidang studi yang
sama pula, yaitu bidang hukum. Padahal Laleh bercita-cita menjadi seorang
jurnalis. Kelelahan hidup membuat mereka memilih untuk melakukan operasi
pemisahan di Singapura. Operasi itu sangatlah riskan mengingat ada bagian otak
keduanya yang saling bersatu. Mereka akhirnya tidak dapat bertahan hidup dalam
proses operasi pemisahan setelah kehilangan banyak darah. Ladan dan Laleh
menghembuskan nafas terakhirnya pada 8 Juli 2003.
Di Indonesia, kasus kembar siam yang pertama kali
terdokumentasi adalah kasus yang menimpa bayi Yuliana dan Yuliani dari daerah
Riau. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1987 itu menjadi tonggak sejarah bagi
ilmu kedokteran di Indonesia. Berkat penanganan tim dokter RSCM yang dipimpin
oleh Prof. Dr. Padmosantjojo, pasangan kembar Ana dan Ani, begitu mereka biasa
dipanggil, berhasil dipisahkan melalui operasi yang memakan waktu 12 jam. Kini
pasangan kembar siam craniopagus vertical
(kepala bersatu pada bagian ubun-ubun) ini hidup normal dengan badan terpisah.
Kasus lain yang sangat jarang terjadi, menimpa
pasangan kembar siam dari Majalaya. Pasangan kembar siam ini berkepala dua dan
hanya memiliki satu tubuh. Menurut dokter spesialis kandungan dan kebidanan
dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Wiryawan Permadi, SPOG. K., kasus
kembar siam dicephalus di Majalaya
ini adalah kasus pertama yang terjadi di Indonesia. Kasus dicephalus sangat sulit ditangani, bahkan mustahil untuk dipisahkan
tanpa mengorbankan salah satunya. Keduanya tidak mungkin dipisahkan karena
hanya memiliki satu set organ vital, sepasang tangan dan sepasang kaki.
Kasus dicephalus
seperti itu pernah terjadi di Amerika Serikat. Pasangan kembar siam Abigail
Loraine Hensel dan Brittany Lee Hensel
juga mengalami kelainan dicephalus.
Mereka lahir pada 7 Maret 1990 di Carver County, Minnesota, Amerika. Kini Abby
dan Britty hidup bersama berbagi tubuh
sampai sekarang.
Kelahiran bayi kembar siam memang sulit diprediksi.
Orang tua yang mengalaminya tentu akan merasa cukup terpukul dengan kejadian
itu. Meskipun mungkin menyakitkan, mereka masih perlu merawat bayi kembar siam
yang dilahirkan selamat itu dengan penuh kasih sayang. Orang tua dari bayi
kembar siam harus memiliki kondisi fisik dan psikologis yang jauh lebih kuat
dibandingkan pasangan anak kembar siam
itu sendiri. Berhasil dipisahkan atau tidak bukanlah alasan untuk tidak mencintai
pasangan kembar siam apa adanya. Dukungan masyarakat sekitar juga diperlukan
agar keluarga pasangan kembar siam dapat merasakan hidup secara “normal”. ***R.A Laksmi Priti Manohara/Pikiran Rakyat 29 Maret 2012
No comments:
Post a Comment