Labels

Monday 15 July 2013

Enterobacter sakazakii, Beken karena Patogen


BEKEN dan
terkenal bisa jadi
merupakan
impian sebagian
besar
orang. Rupanya
bakteri pun tak mau ketinggalan.
Beberapa jenis bakteri
telah terkenal karena manfaatnya
dalam bidang pangan.
Akan tetapi, beberapa jenis
bakteri yang lain menjadi
terkenal karena sifatnya yang
patogen alias dapat menyebabkan
penyakit. Salah satunya
adalah bakteri Enterobacter
sakazakii yang akhir-akhir ini
sempat membuat para ibu
rumah tangga kalang kabut
mencari kejelasan informasi
tentang keberadaan bakteri ini
pada produk susu formula.
Seperti telah diberitakan di
beberapa media cetak dan elektronik,
bakteri E. sakazakii
diduga telah mengontaminasi
sejumlah produk susu formula.
Hal ini terkait dengan berita
saat seorang peneliti dari IPB
mengungkapkan adanya kontaminasi
E. sakazakii sebesar
22,73 persen dari 22 sampel
susu formula yang beredar pada
2003 hingga 2006.
Bakteri E. sakazakii sebelumnya
dikenal dengan nama
Enterobacter cloacae
berpigmen kuning. Baru pada
1980 di pisahkan menjadi spesies
tersendiri melalui studi hibridisasi
DNA, reaksi biokimia,
dan uji kepekaan terhadap antibiotik.
Hasil studi itu menunjukkan
kemiripan 41 persen
dengan bakteri Citrobacter freundii
dan 51 persen dengan Enterobacter
cloacae. Nama spesies
sakazakii sendiri diambil
dari nama seorang bakteriolog
asal Jepang, Riichi Sakazakii.
Bakteri E. sakazakii dapat
menyebabkan penyakit meni -
ngitis (infeksi selaput otak), diare,
necrotizing enterocolitis
(kerusakan berat saluran cerna),
dan penyakit infeksi saluran
kencing. Pada kasus tertentu
bahkan dapat menyebabkan
kematian. Bakteri ini dinilai
penting untuk menjadi perha -
tian, karena memiliki tingkat
kematian yang tinggi (40
persen-80 persen) pada bayi
baru lahir (0-6 bulan). Risiko
kematian ini menjadi lebih besar
pada bayi prematur atau
bayi yang memiliki imunitas
lebih rendah diban dingkan
dengan bayi lainnya.
Bayi atau anak yang terinfeksi
bakteri E. sakazakii dapat
memperlihatkan gejala diare,
kembung, muntah, demam
tinggi, tampak kuning, kesadaran
menurun (malas
minum dan tidak menangis),
mendadak biru, sesak hingga
kejang. Meskipun jarang, pada
penderita dewasa, bakteri patogen
ini dapat meng akibatkan
bakteremia (ditemukan bakteri
pada darah) dan osteomielitis
(infeksi tulang).
Bakteri E. sakazakii dapat
tumbuh pada kisaran suhu 6o
C sampai 47o C, dan tumbuh
optimum pada suhu 30o C-40o
C. E. sakazakii dapat dibinasakan
pada suhu di atas 70o
C. Mereka cukup tahan pada
kondisi kering dan lingkungan
yang berkadar air rendah. Beberapa
kandungan nutrisi pada
susu formula merupakan komponen
yang sangat diperlukan
bakteri untuk tumbuh dan
berkembang. Tidak hanya bakteri
E. sakazakii yang "doyan"
susu, tetapi ada beberapa jenis
bakteri lain yang sering ditemukan
pula sebagai kontaminan
susu. Bakteri-bakteri itu di
antaranya Clostridium botulinum,
Salmonella sp., Citrobacter
freundii,
Pseudomonas sp., Streptococcus
sp., dan Escherichia coli.
Keberadaan bakteri E.
sakazakii pada susu bubuk formula
dapat terjadi karena kon -
taminasi saat proses pengolahan
di industri susu bubuk formula.
Titik kritis kontaminasi
bakteri dapat dimulai saat pemerahan
susu (milking),
penanganan (handling), pe -
nyimpanan (storage), dan aktivitas
prapengolahan lainnya.
Penting bagi praktisi industri
pengolahan susu untuk memperhatikan
dan menjaga setiap
tahapan proses produksi berada
pada lingkungan yang steril.
Hal tersebut dimaksudkan agar
bakteri tidak memperoleh kesempatan
untuk dapat berkembang
biak.
Harus steril
Sebenarnya, Organisasi Kesehatan
Dunia (World Health
Organization/WHO) dan United
States Food and Drug Administrations
(USFDA), serta
beberapa negara maju lainnya
telah sepakat menetapkan,
susu bubuk formula bayi bukan
merupakan produk komersial
yang steril. Hal ini terjadi karena
berdasarkan penelitian dan
pengalaman mereka, proses
pengolah an susu bubuk formula
pada awalnya memang
menggunakan proses pasteurisasi
untuk membunuh
mikroorganisme yang ada.
Akan tetapi, adanya penambahan
bahan tertentu biasanya
dilakukan dengan proses pencampuran
secara kering (dry
blending), tanpa ada tahap pemanasan
yang cukup. Satu-sa -
tunya cara yang paling
mungkin untuk mencegah kontaminasi
bakteri dalam jumlah
besar adalah dengan menerapkan
sistem kemananan pangan
yang signifikan.***
Laksmi Priti Manohara,
staf litbang
salah satu perusahaan
makanan di Bandung/ Pikiran Rakyat, 17 Februari 2011

No comments:

Post a Comment